Selasa, 14 Januari 2014

Aqidah


BAB 1
AQIDAH
A. KONSEPSI AQIDAH
1. Pengertian Aqidah
Secara  etimologis, aqidahberarti berakar, dari kata ‘aqada-ya’qidu-‘aqidatan. Relevansi antara arti kata aqdan dan aqidah berarti keyakinan itu trsimpu dengan kokoh didalam hati, bersifat mengikat dan mengandung perjanjian.
Secara terminologis, definisi aqidah antara lain: menurut hasan al-Banna dalam kitab Majmu’ al-Rasail: “ Aqa’id (bentuk jamak dari aqidah) adalah beberapa perkara yang wajib diyakini kebenarannya oleh hati, mendatangkan ketentraman jiwa menjadi keyakinan yang tidak bercampur sedikitpun dengan ragu-ragu”. Menurut Abu Bakar Jabir al- Jazairi dalam kitab Aqidah al-Mukmin: Aqidah adalah sejumplah kebenaran yang dapat diterimasecara umum (aksioma) oleh manusia berdasarkan akal, wahyu dan fitrah.
2. Ruang Lingkup Aqidah
Hasan al-Banna pernah membuat sistematika ruang lingkup pembahasan aqidah, yaitu:
1.     Ilahiyat yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan Allah, seperti wujud Allah, asmaul husna, dll
2.    Nubuwat yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan Nabi dan rasul, termasuk pembicaraan mengenai kitab-kitab Allah.
3.    Rukhaniyat yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan alam metafisik seperti malaikat, jin, iblis, roh, dll.
4.    Sam’iyat yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang hanya dikatehui lewat sam’I yaitu dalil naqli berupa al-Qur’an dan al-Sunnah seperti alam barzakh, akhirat, dll.
Disamping sistematika diatas, pembahasan aqidah bisa juga mengikuti sistematika arkanul iman, yaitu:
a.    Iman kepada Allah SWT yaitu mempercayai Allah baik dalam zat, sifat dan af’al-Nya serta al-asma’ al-husna dan ash-shifah. Oleh karena itu ada dua metode untuk mengimani al-asma’ al-husna dan ash-shifah yaitu: 1) metode Itsbat: mengimani bahwa Allah memiliki nama-nama dab sifat yang menunjukkan kemaha sempurnaan-Nya. 2) metode nafy: menolak segala nama-nama dan sifat yang menunjukkan ketidak sempurnaan-Nya.
b.    Iman kepada malaikat termasuk salah satu perkara beriman kepada yang gaib. Untuk mengimani malaikat ditempuh dua cara: 1) melalui berita dari Rasulullah baik berupa Al Qur’an maupun sunnah. 2) melalui bukti-bukti nyata dalam semesta. Malaikat merupakan makhluk gaib yang diciptakan oleh Allah dari cahaya (nur) dengan wujud dan sifat-sifattertentuyang tak pernah membangkang apa yang diperintahkan-Nya. Ada beberapa malaikat yang patut diketahui dan diimani beserta tugasnya anatara lain:
1.     Malaikat Jibril bertugas menyampaikan wahyu pada Nabi dan Rasul.
2.    Malaikat Mikail bertugas mengatur hal-hal yang berhubungan dengan alam
3.    Malaikat Israfil bertugas meniup terompet
4.    Malaikat Izrail bertugas mencabut nyawa makhluk hidup
5.    Malaikat Raqib bertugas mencatat amal baik
6.    Malaikat Atib bertugas mencatat amal buruk
7.    Malaikat Munkar dan Nakir bertugas menanyai dalam kubur
8.    Malaikat Ridwan bertugas menjaga surge
9.    Malaikat Malik bertugas menjaga neraka
10.  Malaikat pemikul Arasy
11.  Malaikat penggerak hati manusia untuk berbuat kebaikan dan kebenaran
c.    Iman kepada kitab-kitab Allah adalah percaya dengan kitab suci yang diturunkan Allah kepada para nabi dan rasul. Kitab yang harus diimani adalah: 1) kitab Al Qur’an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, 2) kitab Injil yangditurunkan kepada Nabi Isa As, 3) kitab Taurad diturunkan kepada Nabi Musa As, 4) kitab Zabur diturunkan kepada Nabi Daud As. Selain itu kitab-kitab yang dikenal yaitu, 2 suhuf yaitu suhuf Nabi Ibrahim As, dan suhuf Nabi Musa As. Cara mengimani Al Qur’an adalah dengan menbacanya dan mengamalkannya.
d.    Iman kepada Nabi dan Rasul adlah percaya adanya nabi dan rasul. Nabi dan rasul adalah manusia seperti biasanya,yang membedakan adalah karenaia menerima wahyu dari Allah. Apabila ia tidak dibebani kewajiban untuk menyampaikan wahyu tersebut disebut nabi. Jika ia dibebani kewajiban untuk menyampaikan wahyu tersebut disebut rasul. Jika nabi belum tentu rasul, sedangkan rasul sudah pasti nabi. Cara mengimaninya adalah dengan mencintai dan melakukan hal yang biasa dilakukan para nabi dan menjadi yang tidak dilakukan.
e.    Iman kepada hari akhir merupakan keimanan yang pokok setelah iman kepada Allah SWT. Hari akhir adalah kehidupan kekaldan abadi setalah kehidupan dunia fana ini. Cara mengimaninya adalah dengan menpercayai adanya kehidupan setelah kehidupan dunia fana ini.
f.    Iman kepada Qodha dan Qodhar Allah adalah menyakini akan kehendak ketetapan dan ketentuan Allah terhadap segala sesuatu.
B. KONSEP TAUHID
1. Makna Kalimat Syahadat
            Tauhid adalah keyakinan dan kesaksian bahwa “Tidak ada Tuhan selain Allah”, la ilaha illa Allah. Kalimat syahadat dimulai dengan pengingkaran la ilaha (tidak ada Tuhan) dan disusul oleh illa Allah (kecuali Allah). Syahadat menjadi landasan dasar dan inti ajaran islam. Perbedaan antara yang percaya dan yang tidsak percaya bukan terletak pada kalimatsyahadatnya. Kekuatan sesungguhnya terletak pada penerimaan secara sadar dan mutlak terhadap ajaran islam dan penerapannya didalam kehidupan nyata.
2. Tingkatan Tauhid
            Tahuid menurut islam ialah tauhid I’tiqad-‘lmi (keyakinan teoritis) dan tauhid amali-suluki (tingkah laku praktis) tak dapat dipisahkan yaitu tauhid dan bentuk makrifat (pengetahuan), itsbat (pernyataan), I’tiqad (keyakinan),qasd (tujuan) dan iradah (kehendak). Initercermin dalam empat tingkatan tauhid.
a.    Tauhid Rubbiyah
Secara etimologi berasal dari rabb yang mempunyai banyak arti antara lain mengembangkan, mencipta, dll. Secara terminologis Tauhid Rubbiyah ialah keyakinan bahwa Allah SWT adalah Tuhan pencipta semua makhluk dan alam semesta.
b.    Tauhid Mulkiyah
Kata mulkiyah berasal dari kata malaka. Secara terminologis Tauhid Mulkiyah adalah suatu keyakinan bahwa Allah SWT adalah satu-satunya Tuhan yang memiliki dan menguasai seluruh makhluk dan alam semesta.

c.    Tauhid Uluhiya
Uluhiyah adalah mashdar dari kata alaha yang mempunyai arti tenang, temtram, lindungan, cinta dan sembah. Tauhid Uluhiya merupakan keyakinan bahwa Allah SWT adalah satu-satunya Tuhan patuy dijadikan ilah yang harus dipatuhi, ditaati, diagungkan dan dimuliakan.
d.    Tauhid Ubudiyah
Kata Ubudiyah berasal dari kata ‘abada yang berarti menyembah, mengabdi, yang diagungkan (al-mabud). Maka Tauhid Ubudiyah adalah suatu keyakinan bahwasanya Allah SWT merupakan Tuhan yang patut disembah, ditaati, dipatuhi, dipuja manusia melainkan Allah semata.
Hal yangdapat dipetik masalah tersebut adalah bahwa jika kita membiasakan masalah tauhid maka kita secara reflek harus menjauhkan dari sikap syirik.
3. Tauhid sebagai Poros Aqidah Islam
Ajaran islam tidak hanya memfokuskan ima kepada wujud Allah sebagai suatu keharusan yang fitrah manusia. Lebih dari itu aqidah tauhid yangmerupakan dasar aqidah dan jiwa keberadaan islam. Islam dating di saat kemusyrikan sedang merajalela di segala penjuru dunia. Oleh karena itu al-Qur’an mencela paganisme maupun politheisme yang merupakan simboldari segmentasi masyarakat.
Allah menciptakan manusia agar mereka menyembah-Nya semata dan menghindarkan diri dari thagut. Inilah tauhid, merupakan perintah Allah untuk mengampuni dosa kecuali pelanggaran terhadap tauhid, karena pelanggaran ini merupakan dosa besar. Oleh karena itutauhid menjadi pranata yang tertinggi dan menjadi penyebab kebaikan dan pahalater besar.
4. Tauhid dan Pembebasan Diri
Huston Smith pernah menyinggung permasalahan bahwa keengganan manusia untuk menerima kebenaran antara lain karena sikap menutup diri yangtimbul dari reflek keenggaan tahu tentang kebenaran. Padahal kalau saja kita mebuka diri untuk kebenaran maka mungkin kita akan memperoleh kebaikan dan energi yang kita perlukan.
Sumber pribadi untuk penolakan kebenaran,  kesombongan dan kecongkakan sering disebut hawa nafsu (kinginan diri sendiri) dansikap tertutup karena telah merasa penuh berilmu. Hanya dengan melawan itu semua melaluiproses pembebasan diri (self liberation) seseorangakan mampu menangkap kebenaran itu, seseorang dapat berproses untuk pembebasan dirinya. Ini sesungguhnya salah satu makna esensial kalimat syahadat yang bersusunan negasi-konfirmasi “la ilah a illa Allah” dipandang dari sudut efeknya kepada peningkatan harkat martabat kemanusiaan pribadi seseorang.
5. Bentuk-bentuk Syirik Kepada Allah Dalam Al-Qur’an
Kalau dikaji ayat-ayat al-Qur’an maka perbuatan syirik merupakan kontradiksi dari ajaran tauhid (ke-Esaan Tuhan). Dalam al-Qur’an kata syirik digunakan dalam arti persekutuan Tuhan lain dari Allah, baik dalam dzat, sifat dan af’al-Nya. Al Qur’an menerangkan bahwa syirik merupakan perbuatan dosa besar yang paling berat.
Apabila manusia mempertuhankan selain Allah, maka manusia sendirilahyang menjadikan jiwanya sebagai budak. Dosa yang bukan syirik dalam pernyataan Allah masih bisa diampuni bagi yang dikehendaki-Nya. Biasanya mengerjakan dosa besar, karena syirik telah bersarang dalam jiwanya.
Berbagai macam bentuk syirik yang diungkapkan oleh al-Quran, bentuk penyembahan berhala adalah yang paling dicela. Bentuk syirik yang lain dikecam ole al-Quran adalah bahwa Allah mempunyai anak laki-laki atau perempuan.
a.    Hubunangan Manusia dengan Tuhan
Al-Quran memiliki konsep dalam rangka untuk mencapai masyarakat, bangsa, manusia, dan dunia sejahtera versi islam adalah sejarah lahirnya bathiniyah, materiil dan spiritual, manusia atuh secara totalitas. Al-Qur’an memberi syarat dalam usaha mencapai target konsepsi masyarakat sejahtera tersebut melalui cara-cara ilmiah rasional.
b.    Hubungan Manusia dengan Manusia
Islam dengan ajaran yang dibawanya, bertujuan mewujudkankesejahteraan hidup dan kehidupan manusia,oleh karena itu, keadilan sebagai sentral terwujudnya kesejahteraan merupakan salah satu tema yang berulangkali diseruakan dalam Al-Qur’an. Keadilan memang mencakup seluruh aspek kehidupan dan keberadaan manusia.
Manusia dalam hubungan denagan antar sesamanya dinyatakan bahwa manusia itu sama, kecuali karena sikap ketaqwaannya. Keesaan aqidah, keesaan ibadah dan keesaan mu’amalah, adalah segala aktifitas manusia, baik dengan sesamanyamaupun dengan lingkungannya, yang didalamnya selalau berlandaskan kapada ajaran dan diyakini adanaya hubungan denganTuhan. Dengan keesaan mu’amalah dalam beraktifitas sosial tentunya segala sesuatu yang dihasilkan tidak menghilangkan tujuan dan hikmah Tuhan menciptakan ciptaan-ciptaan-Nya.
c.    Hubungan Manusia dengan Alam
Keinginan manusia yang tidak pernah puas terhadap apa yang sudah dimiliki, mendorong manusia selalu berupaya dan berusaha untuk memenuhi kebutuhan. Upaya dan usaha manusia tersebut, sering menimbulkan pengaruh masalah lingkungan hidup. Kaitannya dengan permasalahan hubungan manusia dengan alam atau lingkunganhidupnya, agama mempunyaikonsep-konsep pemecahannya yang sesuai dengan ajaran yang ada dalam kitab suci.


Sumber: Elmubarok Zaim dkk, 2012 Islam Rahmatan Lil’alamin, Semarang: Unnes Press

0 komentar:

Posting Komentar